Nama : Fiena Rindani
Kelas : 1IA16
NPM : 52412928
Latar Belakang Permasalahan Bendera dan Lambang Aceh
Akhir-akhir ini, penetapan DPRD
dan Gubenur Aceh perihal bendera dan lambang daerah, menuai banyak pro dan
kontra. Senin 1 April 2013 lalu masyarakat pendukung bendera Aceh melakukan
konvoi besar-besaran mengelilingi kota Aceh dengan mengarak bendera bulan sabit
dan bintang tersebut. Aksi ini merupakan bentuk dukungan pada Qanun bendera dan
lambang Aceh baru yang disahkan pada 22 April lalu.[1]
Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, mengatakan bahwa independensi Aceh untuk
memiliki bendera dan lambang sendiri, tertuang pada UU Nomor 11 tahun 2006 dan
butir kesepakatan (Mou) Helsinki. Kedua identitas daerah tersebut dianggap
sebagai bagian dari kebudayaan dan perjuangan rakyat Aceh.[2]
Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meminta diadakannya evaluasi
dari DPRD Aceh terhadap bendera Aceh. Hal ini disinyalir karena terdapat
kesamaan dengan logo separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM).[3]
Sejak tahun 1976 Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM berermaksud untuk memisahkan
diri dari Indonesia. Namun, setelah perjanjian Helsinki terlaksana pada tahun
2005, terciptalah perdamaian di bumi Aceh.
Sila ke Tiga : Persatuan
Indonesia
Sila ke tiga yang berbunyi Persatuan Indonesia adalah komponen yang
krusial untuk bangsa Indonesia. Sebagai negara yang luas dan terdiri dari
ribuan pulau, Indonesia membutuhkan sila ini sebagi pemersatu bangsa.
Inti sila
ini sama halnya seperti Bhineka Tunggal Eka, yaitu walaupun bangsa Indonesia terdiri
dari berbagai suku, ras, agama, yang membedakan antara satu sama lain tetapi
ada identitas nasional yang menjadi pemersatu semua komponen negara. Dan di
sisi lain, kita hendaknya bisa menghormati keberagaman yang ada di Indonesia.
Bisa dibayangkan jika masyarakat Indonesia tidak bersatu dan
menganggap budaya atau sukunya lah yang paling benar, negara kita dapat
berujung seperti Sudan yang terpecah menjadi Sudan Utara dan Sudan Selatan
karena tidak bisa mengatasi perbedaan agama, atau seperti Yugoslavia yang juga
tidak bisa mengatasi perbedaan etnis dan suku bangsanya.
Kita sebagai bangsa Indonesia
hendaknya bisa memprioritaskan kepentingan bersama, di atas kepentingan
golongan maupun kepentingan pribadi.
Apakah Bendera dan
Lambang Aceh Bertentangan dengan Sila Persatuan Indonesia?
Terdapat
banyak pendapat perihal apakah bendera Aceh bertentangan atau bahkan mengancam sila
Persatuan Indonesia.
Pendapat
pertama adalah bahwa bendera dan lambang Aceh
tidak mengancam sila ke tiga Pancasila. Sepeti yang dikatakan
Gubernur Aceh, keduanya hanya merupakan bagian dari kebudayaan dan perjuangan
bangsa Aceh. Selain itu, Pengibaran bendera Aceh sesungguhnya tidak melanggar
kesepakatan (Mou) Helsinki, karena pada
perjanjian Helsinki pasal 1.1.5 dikatakan bahwa Aceh
memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang
dan himne.[4]
Pendapat kedua adalah bahwa bendera dan lambang Aceh
mengancam sila ke tiga Pancasila.
Di antara kedua pendapat ini, saya setuju dengan pendapat
yang kedua, karena beberapa pertimbangan berikut ini:
Kesatu, bendera
tersebut dapat memotivasi kembali rakyat Aceh dengan semangat separatisme. Hal
tersebut dapat memecah belah semangat persatuan negara Indonesia. Dengan
pengibaran bendera Aceh, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari masyarakat
Aceh masih mempunyai harapan untuk memisahkan diri dari NKRI.
Kedua, meskipun
pada perjanjian Helsinski tidak dipaparkan secara jelas mengenai bendera,
lambang, dan himne seperti apa yang boleh dimiliki orang Aceh, tidak dapat diartikan
bahwa pada pemerintah Aceh diizinkan mengadopsi lambang dari gerakan separatis
yang mereka anut sebelumnya.
Ketiga, pengesahan
bendera dan lambang tersebut jika kemudian hal tersebut diizinkan, bagaimana
bila hal yang sama terjadi pada daerah-daerah lain di Indonesia? Bagaimana jika
Papua, Maluku, dan daerah-daerah lainnya juga ingin memiliki bendera yang
berbeda dengan Bendera Merah Putih? Hal ini tentu bisa menjadi awal mula
perpecahan bangsa.
Keempat, Bendera
Merah Putih hakikatnya adalah satu-satunya bendera nasional Negara Kesatuan
Republik Indonesia yang sah berdasar Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Bendera Merah Putih kodratnya bukan hanya sekedar bendera
yang dijahit diatas selembar kain, melainkan lambang perwujudan semangat
nasionalisme dan patriotisme yang harus di junjung tinggi oleh bangsa
Indonesia.
Kelima, hendaknya
pemerintah Aceh dan pemerintah pusat tidak terjebak mengenai permasalahan
bendera semata, padahal ada permasalahan yang lebih esensial yang terlupakan,
yaitu bagaimana membangun Aceh demi kesejahteraan warganya.
Dalam menghadapi permasalahan ini, hendaknya pemerintah pusat
maupun pemerintah daerah dapat menanganinya dengan bijak guna mendapat solusi terbaik
bagi kedua belah pihak.
Saya menyambut baik usulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
(SBY) untuk mengundang Gubernur Aceh Zaini Abdullah ke Jakarta demi memecahkan
permasalahan ini. Presiden menambahkan bahwa undangannya tidak hanya
membicarakan mengenai bendera dan lambang Aceh melainkan juga mengenai
pembangunan Aceh, meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, dan memajukan
kesejahteraan Aceh agar memiliki masa depan sebagaimana juga dilakukan oleh
daerah-daerah lain di Tanah Air Indonesia.[5]
Hal ini memang seharusnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia
sehingga tidak menimbulkan kesenjangan dan ketimpangan antara pusat dan
daerah. Daerah-daerah di pedalaman seperti Papua, termasuk Aceh, berpendapat bahwa
pembangunan hanya dititikberatkan pada kepulauan Jawa, sementara mereka acap
kali menjadi pihak yang terlupakan.
Tanpa adanya pemerataan
kesejahteraan dan keadilan, maka masalah menguatnya identitas daerah seperti
bendera dan lambang Aceh, dapat terjadi di tempat lain. Untuk itu, demi
mencapai persatuan Indonesia, diperlukan juga keadilan sebagaimana diamanatkan
pada sila ke-4 Pancasila.
[1] Raja Umar, “Ribuan Orang Arak Bendera Aceh,” 1 April 2013, diambil dari http://nasional.kompas.com/read/2013/04/01/1442391/Ribuan.Orang.Arak.Bendera.Aceh
pada tanggal 7 April 2013.
[2] Raja Umar, “Aceh Resmi Adopsi Bendera GAM,” 23 Maret
2013, diambil dari http://nasional.kompas.com/read/2013/03/23/02160162/Aceh.Resmi.Adopsi.Bendera.GAM
pada tanggal 7 April 2013.
[3] Sabrina Asril, “Mendagri Minta Bendera Aceh Mirip Logo GAM Dievaluasi,” 24 November 2012, diambil dari http://nasional.kompas.com/read/2012/11/24/01111862/Mendagri.Minta.Bendera.Aceh.Mirip.Logo.GAM.Dievaluasi
pada tanggal 7 April 2013.
[5] “Presiden
Panggil Gubernur Aceh,” 6 April 2013, diambil dari Harian Kompas pada tanggal 7 April 2013.
Nice topic
ReplyDeletesetuju dengan pendapat mbak :)
ReplyDeleteaaaa terimakasih :)
ReplyDelete