Copyright © rindani
Design by Dzignine
Sunday 7 April 2013

Polemik Bendera-Lambang Aceh dan Sila Persatuan Indoensia



Nama : Fiena Rindani
Kelas : 1IA16
NPM : 52412928

Latar Belakang Permasalahan Bendera dan Lambang Aceh

Akhir-akhir ini, penetapan DPRD dan Gubenur Aceh perihal bendera dan lambang daerah, menuai banyak pro dan kontra. Senin 1 April 2013 lalu masyarakat pendukung bendera Aceh melakukan konvoi besar-besaran mengelilingi kota Aceh dengan mengarak bendera bulan sabit dan bintang tersebut. Aksi ini merupakan bentuk dukungan pada Qanun bendera dan lambang Aceh baru yang disahkan pada 22 April lalu.[1] 

Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, mengatakan bahwa independensi Aceh untuk memiliki bendera dan lambang sendiri, tertuang pada UU Nomor 11 tahun 2006 dan butir kesepakatan (Mou) Helsinki. Kedua identitas daerah tersebut dianggap sebagai bagian dari kebudayaan dan perjuangan rakyat Aceh.[2] 

Di sisi lain, Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi meminta diadakannya evaluasi dari DPRD Aceh terhadap bendera Aceh. Hal ini disinyalir karena terdapat kesamaan dengan logo separatis Gerakan Aceh Merdeka (GAM).[3] 

Sejak tahun 1976 Gerakan Aceh Merdeka, atau GAM berermaksud untuk memisahkan diri dari Indonesia. Namun, setelah perjanjian Helsinki terlaksana pada tahun 2005, terciptalah perdamaian di bumi Aceh.

Sila ke Tiga : Persatuan Indonesia
Sila ke tiga yang berbunyi Persatuan Indonesia adalah komponen yang krusial untuk bangsa Indonesia. Sebagai negara yang luas dan terdiri dari ribuan pulau, Indonesia membutuhkan sila ini sebagi pemersatu bangsa. 
Inti sila ini sama halnya seperti Bhineka Tunggal Eka, yaitu walaupun bangsa Indonesia terdiri dari berbagai suku, ras, agama, yang membedakan antara satu sama lain tetapi ada identitas nasional yang menjadi pemersatu semua komponen negara. Dan di sisi lain, kita hendaknya bisa menghormati keberagaman yang ada di Indonesia.
Bisa dibayangkan jika  masyarakat Indonesia tidak bersatu dan menganggap budaya atau sukunya lah yang paling benar, negara kita dapat berujung seperti Sudan yang terpecah menjadi Sudan Utara dan Sudan Selatan karena tidak bisa mengatasi perbedaan agama, atau seperti Yugoslavia yang juga tidak bisa mengatasi perbedaan etnis dan suku bangsanya.
Kita sebagai bangsa Indonesia hendaknya bisa memprioritaskan kepentingan bersama, di atas kepentingan golongan maupun kepentingan pribadi.

Apakah Bendera dan Lambang Aceh Bertentangan dengan Sila Persatuan Indonesia?
Terdapat banyak pendapat perihal apakah bendera Aceh bertentangan atau bahkan mengancam sila Persatuan Indonesia.
Pendapat pertama adalah bahwa bendera dan lambang Aceh  tidak mengancam sila ke tiga Pancasila. Sepeti yang dikatakan Gubernur Aceh, keduanya hanya merupakan bagian dari kebudayaan dan perjuangan bangsa Aceh. Selain itu, Pengibaran bendera Aceh sesungguhnya tidak melanggar kesepakatan (Mou) Helsinki, karena pada perjanjian Helsinki pasal 1.1.5 dikatakan bahwa Aceh memiliki hak untuk menggunakan simbol-simbol wilayah termasuk bendera, lambang dan himne.[4]
Pendapat kedua adalah bahwa bendera dan lambang Aceh mengancam sila ke tiga Pancasila.
Di antara kedua pendapat ini, saya setuju dengan pendapat yang kedua, karena beberapa pertimbangan berikut ini:
Kesatu, bendera tersebut dapat memotivasi kembali rakyat Aceh dengan semangat separatisme. Hal tersebut dapat memecah belah semangat persatuan negara Indonesia. Dengan pengibaran bendera Aceh, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar dari masyarakat Aceh masih mempunyai harapan untuk memisahkan diri dari NKRI.
Kedua, meskipun pada perjanjian Helsinski tidak dipaparkan secara jelas mengenai bendera, lambang, dan himne seperti apa yang boleh dimiliki orang Aceh, tidak dapat diartikan bahwa pada pemerintah Aceh diizinkan mengadopsi lambang dari gerakan separatis yang mereka anut sebelumnya.
Ketiga, pengesahan bendera dan lambang tersebut jika kemudian hal tersebut diizinkan, bagaimana bila hal yang sama terjadi pada daerah-daerah lain di Indonesia? Bagaimana jika Papua, Maluku, dan daerah-daerah lainnya juga ingin memiliki bendera yang berbeda dengan Bendera Merah Putih? Hal ini tentu bisa menjadi awal mula perpecahan bangsa.
Keempat, Bendera Merah Putih hakikatnya adalah satu-satunya bendera nasional Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sah berdasar Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Bendera Merah Putih kodratnya bukan hanya sekedar bendera yang dijahit diatas selembar kain, melainkan lambang perwujudan semangat nasionalisme dan patriotisme yang harus di junjung tinggi oleh bangsa Indonesia.
Kelima, hendaknya pemerintah Aceh dan pemerintah pusat tidak terjebak mengenai permasalahan bendera semata, padahal ada permasalahan yang lebih esensial yang terlupakan, yaitu bagaimana membangun Aceh demi kesejahteraan warganya.
Dalam menghadapi permasalahan ini, hendaknya pemerintah pusat maupun pemerintah daerah dapat menanganinya dengan bijak guna mendapat solusi terbaik bagi kedua belah pihak.
Saya menyambut baik usulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk mengundang Gubernur Aceh Zaini Abdullah ke Jakarta demi memecahkan permasalahan ini. Presiden menambahkan bahwa undangannya tidak hanya membicarakan mengenai bendera dan lambang Aceh melainkan juga mengenai pembangunan Aceh, meningkatkan kesejahteraan rakyatnya, dan memajukan kesejahteraan Aceh agar memiliki masa depan sebagaimana juga dilakukan oleh daerah-daerah lain di Tanah Air Indonesia.[5]
Hal ini memang seharusnya dilakukan oleh pemerintah Indonesia sehingga tidak menimbulkan kesenjangan dan ketimpangan antara pusat dan daerah. Daerah-daerah di pedalaman seperti Papua, termasuk Aceh, berpendapat bahwa pembangunan hanya dititikberatkan pada kepulauan Jawa, sementara mereka acap kali menjadi pihak yang terlupakan.

Tanpa adanya pemerataan kesejahteraan dan keadilan, maka masalah menguatnya identitas daerah seperti bendera dan lambang Aceh, dapat terjadi di tempat lain. Untuk itu, demi mencapai persatuan Indonesia, diperlukan juga keadilan sebagaimana diamanatkan pada sila ke-4 Pancasila.




[1] Raja Umar, “Ribuan Orang Arak Bendera Aceh,”  1 April 2013, diambil dari  http://nasional.kompas.com/read/2013/04/01/1442391/Ribuan.Orang.Arak.Bendera.Aceh pada tanggal 7 April 2013.
[2] Raja Umar, “Aceh Resmi Adopsi Bendera GAM,” 23 Maret 2013, diambil dari http://nasional.kompas.com/read/2013/03/23/02160162/Aceh.Resmi.Adopsi.Bendera.GAM pada tanggal 7 April 2013.
[3] Sabrina Asril, “Mendagri Minta Bendera Aceh Mirip Logo GAM Dievaluasi,”  24 November 2012, diambil dari http://nasional.kompas.com/read/2012/11/24/01111862/Mendagri.Minta.Bendera.Aceh.Mirip.Logo.GAM.Dievaluasi pada tanggal 7 April 2013.
 [4] Amal Ihsan Hadian, “Apa isi naskah perjanjian Helsinki RI - GAM?,”  6  April 2013, diambil dari  http://nasional.kontan.co.id/news/apa-isi-naskah-perjanjian-helsinki-ri-gam/2013/04/06 pada tanggal 7 April 2013.
[5] “Presiden Panggil Gubernur Aceh,” 6 April 2013, diambil dari Harian Kompas pada tanggal 7 April 2013.

3 komentar: